Hukum Mencoret-coret di Mushaf al-Quran
Apa hukum menulis sesuatu di pinggiran mushaf. Misalnya untuk penanda hafalan atau catatan kalimat penting lainnya..
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Coretan dalam mushaf al-Quran ada 2:
Pertama, coretan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan al-Qur’an. Seperti orang yang menulis di pinggiran al-Quran catatan utang atau catatan pelajaran umum, atau tulisan lainnya, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan al-Qur’an.
Tulisan semacam ini dilarang oleh para ulama, karena terhitung bertentang dengan sikap memuliakan al-Quran. Sementara kita diperintahkan untuk memuliakan al-Quran.
Dalam fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
فإن من تعظيم حرمات الله وشعائره صيانة المصحف عن كتابة كلام معه من غيره، ويتأكد ذلك إذا كان شيئا أجنبيا لا علاقة له بالقرآن حتى ولو كان كلاما عاديا، فلا تجوز كتابته مع المصحف ولا على هوامشه
Bagian dari mengagungkan syiar Allah, menjauhkan mushaf dari setiap tulisan selain kalam Allah. Terutama kalimat asing, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan al-Quran. Meskipun itu percakapan harian. Tidak boleh dituliskan dalam mushaf al-Quran maupun di pinggirannya.
Kedua, coretan yang ada hubungannya dengan al-Quran, seperti tafsir ayat atau makna suatu kata dalam al-Quran, termasuk juga tanda-tanda tajwid, lingkaran ayat, nama surat, tulisan juz, dst. Semua coretan ini sama sekali bukan kalam Allah. Dan masyarakat di masa silam membubuhkannya dalam al-Qur’an, dalam rangka memudahkan seseorang untuk mempelajari kalam Allah.
Ulama berbeda pendapat untuk coretan semacam ini.
Pendapat pertama, tidak boleh membuat coretan apapun di dalam al-Quran, termasuk tafsir.
Ada beberapa riwayat dari sahabat dan tabi’in yang melarang hal ini. Diantaranya,
[1] Keterangan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
Beliau pernah mengatakan,
جَرِّدُوا القرآن ولا تلبسوا به ما ليس منه
Bersihkan al-Quran dan jangan dicampur dengan tulisan lain yang bukan bagian darinya.
Beliau juga pernah melihat ada coretan di mushaf al-Quran, lalu beliau berusaha menghapusnya sambil mengatakan,
لا تخلطوا فيه غيره
“Jangan kalian campur dengan tulisan yang lain.”
[2] Keterangan Atha – rahimahullah –, ulama tabiin, murid Ibnu Abbas,
كان يكره التعشير في المصحف ، وأن يكتب فيه شيء من غيره
Beliau membenci orang yang memberi tanda per-sepuluh ayat di mushaf al-Quran, dan menuliskan sesuatu yang bukan bagian dari al-Qur’an.
Juga terdapat riwayat lain dari Mujahid, dimana beliau memberikan penanda ayat dalam al-Qur’an.
(Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 2/497 – 498)
[3] Keterangan sebagian ulama Syafi’iyah,
Abu Abdillah al-Halimi – ulama Syafi’iyah –, beliau menyebutkan bentuk-bentuk mengagungkan al-Quran,
ومنها : أن لا يخلط في المصحف ما ليس من القرآن بالقرآن ، كعدد الآيات ، والسجدات ، والعشرات ، والوقوف ، واختلاف القراءات ، ومعاني الآيات
Diantaranya, tidak boleh mencampurkan sesuatu yang bukan bagian dari al-Quran di dalam al-Quran. Seperti penanda ayat, penanda sujud sahwi, tanda waqaf, keterangan qiraah (cara baca) yang berbeda, atau makna ayat.
Dan latar belakang larangan mereka adalah agar tidak terjadi iltibas, kerancuan antara al-Quran dan yang bukan al-Qur’an, sehingga dikhawatirkan kalimat yang bukan bagian dari al-Quran dianggap sebagai al-Quran.
Pendapat kedua, boleh membubuhkan sesuatu yang bukan bagian dari al-Quran di dalam al-Quran.
Ini merupakan pendapat sejumlah ulama 4 madzhab, hanafiyah, malikiyah, syafiiyah dan hambali.
Kita sebutkan keterangan mereka,
[1] Keterangan ualam Hanafi,
Dalam kitab al-Kafi – kitab hanafiyah – dinyatakan,
إن كتب القرآن وتفسير كل حرف وترجمته جاز
“Menulis al-Quran dan tafsir perkata atau terjemahannya, dibolehkan.” (Fathul Qadir, 1/286)
[2] Keterangan Abul Walid al-Baji – ulama Malikiyah –,
فأرادت عائشة أن تثبتها في المصحف – يعني كلمة ” وصلاة العصر ” في قوله تعالى : ( حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ ) البقرة/238 – لأنها اعتقدت جواز إثبات غير القرآن مع القرآن ، على ما روي عن أبي بن كعب وغيره من الصحابة أنهم جوزوا إثبات القنوت وبعض التفسير في المصحف ، وإن لم يعتقدوه قرآنا
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah hendak membubuhkan dalam mushaf kata ‘shalat ashar’ untuk tafsir firman Allah yang menyebutkan shalat wustho (QS. al-Baqarah: 238). Karena beliau meyakini bolehnya menambahkan selain al-Quran di dalam al-Quran. Sesuai dengan riwayat dari Ubay bin Ka’ab dan sahabat lainnya, mereka membolehkan tulisan doa qunut dan sebagian tafsir di dalam mushaf, meskipun mereka tidak meyakininya sebagai al-Quran. (al-Muntaqa, Syarh al-Muwatha’, 1/246).
[3] Dalam Hasyiyah al-Bajirami – ulama Syafi’iyah banyak dibahas hukum menyentuh mushaf bagi orang yang tidak punya wudhu. Mereka menegaskan, mushaf yang muhasya (ada cacatan pinggir) berupa tafsir, boleh disentuh. Artinya, boleh menambahkan catatan pinggir di mushaf al-Quran.
Hanya saja, harus dipisahkan antara teks al-Quran dengan tafsirnya. Sehingga tulisan tafsir itu tidak boleh diletakkan di antara baris tulisan al-Quran.
Al-Jurjani mengatakan,
من المذموم كتابة تفسير كلمات القرآن بين أسطره
Termasuk yang tercela, menulis tafsir kata dalam al-Quran, diantara baris tulisan al-Quran. (Syuabul Iman al –Baihaqi, 3/330).
Bagaimana dengan riwayat Ibnu Mas’ud yang melarang secara total?
Riwayat ini dipahami karena kekhawatiran akan terjadinya ketidak-jelasan mana al-Quran dan mana yang bukan al-Quran. Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin dinyatakan,
ما روي عن ابن مسعود : ” جرِّدوا القرآن ” : كان في زمنهم ، وكم من شيء يختلف باختلاف الزمان ، والمكان ، كما بسطه الزيلعي ، وغيره
Riwayat dari Ibnu Mas’ud, ‘Bersihkan al-Quran dari tulisan yang lain’ ini berlaku di zaman mereka. dan betapa jauh terjadi perbedaan zaman dan tempat, sebagaimana penjelasan az-Zaila’i dan yang lainnya. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 6/386)
Karena itu, sebatas catatan hafal dan itu di luar baris tulisan al-Quran, insyaaAllah tidak masalah.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/29743-dilarang-corat-coret-di-mushaf-al-quran.html